Oleh :
Yan Salam Wahab
Dalam era globalisasi sekarang ini, perubahan hidup terjadi begitu cepat karena perputaran arus informasi, batas nilai negara menjadi kabur sehingga budaya asing mudah saja masuk dan tidak menutup kemungkinan jika budaya asing tersebut memiliki pengaruh terhadap nilai-nilai lokal dan nasional disuatu negara. M.Habib Mustopo (1992 dalam Mulyono) menyatakan, bahwa pergeseran dan perubahan nilai-nilai akan menimbulkan kebimbangan, terutama didukung oleh kenyataan masuknya arus budaya asing dengan berbagai aspeknya.
Globalisasi itu sendiri mempunyai dampak positif maupun negatif ibarat dua mata pisau. Globalisasi itu sendiri memicu semangat untuk menjadi kreatif dan inovatif dalam berbagai hal. Individu bebas menafsirkan nilai-nilai dan symbol budayanya, mudah dalam mengakses semua informasi yang ada dan berkembangnya nilai-nilai global seperti demokratisasi, transparansi, persamaan derajat, dsb.
Disisi lain tidak mustahil tumbuh suatu pandangan kosmopolitan yang tidak selalu sejalan dengan tumbuhnya faham kebangsaan. Dalam bidang ekonomi menjadikan masyarakat semakin konsumtif (budaya konsumerisme) karena berbagai macam produk budaya semakin berkembang melalui teknologi multimedia. Masuknya barang-barang luar menyebabkan lumpuhnya industri bisnis dalam negeri, yang mekngakibatkan terjadinya gejolak pada ekonomi dan menyebabkan kesenjangan ekonomi antara si kecil dengan penguasa yang mengakibatkan orang berduyun-duyun ingin menjadi penguasa.
Dalam hal tampuk Kekuasaan Menurut French dan Raven, ada lima tipe-tipe kekuasaan, yaitu :
1.Reward Power
Tipe kekuasaan ini memusatkan perhatian pada kemampuan untuk memberi ganjaran atau imbalan atas pekerjaan atau tugas yang dilakukan orang lain. Kekuasaan ini akan terwujud melalui suatu kejadian atau situasi yang memungkinkan orang lain menemukan kepuasan. Dalam deskripsi konkrit adalah ‘jika anda dapat menjamin atau memberi kepastian gaji atau jabatan saya meningkat, anda dapat menggunakan reward power anda kepada saya……!!!’. Pernyataan ini mengandung makna,
bahwa seseorang dapat melalukan reward power karena ia mampu memberi kepuasan kepada orang lain/Pemegang Kekuasaan/jabatan.
Tipe kekuasaan ini memusatkan perhatian pada kemampuan untuk memberi ganjaran atau imbalan atas pekerjaan atau tugas yang dilakukan orang lain. Kekuasaan ini akan terwujud melalui suatu kejadian atau situasi yang memungkinkan orang lain menemukan kepuasan. Dalam deskripsi konkrit adalah ‘jika anda dapat menjamin atau memberi kepastian gaji atau jabatan saya meningkat, anda dapat menggunakan reward power anda kepada saya……!!!’. Pernyataan ini mengandung makna,
bahwa seseorang dapat melalukan reward power karena ia mampu memberi kepuasan kepada orang lain/Pemegang Kekuasaan/jabatan.
Reward Power (kekuasaan penghargaan), adalah kekuasaan untuk memberi keuntungan positif atau penghargaan kepada yang dipimpin. Tentu hal ini bisa terlaksana dalam konteks bahwa sang pemimpin mempunyai kemampuan dan sumberdaya untuk memberikan penghargaan kepada bawahan yang mengikuti arahan-arahannya. Penghargaan bisa berupa pemberian hak otonomi atas suatu wilayah yang berprestasi, promosi jabatan, uang, pekerjaan yang lebih menantang, dsb. Dan pada Posisi ini yang Sejahtera adalah para Cleaning Service Profesional… atau ahli pembersihan (dalam hal ini adalah yang mampu membersihkan/membuat pejabat terlihat Bersih) Membersihkan Penguasa dengan lidahnya atau Lidah Jadi Sapu untuk membersihkan Sepatu Penguasa dari Debu (PENJILAT…!!!)..he.he.he…. di sini terutama melekat pada pegawai dari penguasa tersebut…. Bagi yang tak paham menjilat…. Mau tidak mau harus menerima kenyataan (ditendang…!!!) keluar dari lingkar kekuasaan sang raja tersebut.
2.Coercive Power Kekuasaan yang bertipe paksaan ini, lebih memusatkan pandangan kemampuan untuk memberi hukuman kepada orang lain. Tipe koersif ini berlaku jika bawahan merasakan bahwa atasannya yang mempunyai ‘lisensi’ untuk menghukum dengan tugas-tugas yang sulit, mencaci maki sampai kekuasaannya memotong gaji karyawan. Menurut David Lawless, jika tipe kekuasaan yang poersif ini terlalu banyak digunakan akan membawa kemungkinan bawahan melakukan tindakan balas dendam atas perlakuan atau hukuman yang dirasakannya tidak adil, bahkan sangat mungkin bawahan atau karyawan akan meninggalkan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Lalu Al-hasil sang bawahan ingin juga merasakan jadi atasan/penguasa… dengan berusaha ikut merebut posisi kekuasaan tersebut. Lalu setelah berkuasa berbuat sama dengan apa yang di rasakannya kepada bawahan yang tidak di sukainya / atau juga rezim yang memperlakukannya sedemikian rupa ketika dia masih berada di bawah.
Coercive Power (kekuasaan paksa), yakni kekuasaan yang didasari karena kemampuan seorang pemimpin untuk memberi hukuman dan melakukan pengendalian. Yang dipimpin juga menyadari bahwa apabila dia tidak mematuhinya, akan ada efek negatif yang bisa timbul. Pemimpin yang bijak adalah yang bisa menggunakan kekuasaan ini dalam konotasi pendidikan dan arahan yang positif kepada anak buah. Bukan hanya karena rasa senang-tidak senang, ataupun faktor-faktor subyektif lainnya. Tidak Senang atau mungkin karena pengaruh Fitnah.. maka Pemimpin yang tidak bijak dan egois pasti akan langsung Menendang Bawahannya yang di anggap sebagai anak durhaka yang tidak penurut…!
3.Referent Power
Tipe kekuasaan ini didasarkan pada satu hubungan ‘kesukaan’ atau liking, dalam arti ketika seseorang mengidentifikasi orang lain yang mempunyai kualitas atau persyaratan seperti yang diinginkannya. Dalam uraian yang lebih konkrit, seorang pimpinan akan mempunyai referensi terhadap para bawahannya yang mampu melaksanakan pekerjaan dan bertanggung jawab atas pekerjaan yang diberikan atasannya.
Referent Power (kekuasaan rujukan) adalah kekuasaan yang timbul karena karisma, karakteristik individu, keteladanan atau kepribadian yang menarik. Logika sederhana dari jenis kekuasaan ini adalah, apabila saya mengagumi dan memuja anda, maka anda dapat berkuasa atas saya. Atau boleh juga kalau anda sebagai pegawai saya… dan mampu cari muka dan Mengiyakan kata-kata saya walaupun salah.. anda tetap sebagai kacung saya yang paling tersayang..he.he.he…..
Tipe kekuasaan ini didasarkan pada satu hubungan ‘kesukaan’ atau liking, dalam arti ketika seseorang mengidentifikasi orang lain yang mempunyai kualitas atau persyaratan seperti yang diinginkannya. Dalam uraian yang lebih konkrit, seorang pimpinan akan mempunyai referensi terhadap para bawahannya yang mampu melaksanakan pekerjaan dan bertanggung jawab atas pekerjaan yang diberikan atasannya.
Referent Power (kekuasaan rujukan) adalah kekuasaan yang timbul karena karisma, karakteristik individu, keteladanan atau kepribadian yang menarik. Logika sederhana dari jenis kekuasaan ini adalah, apabila saya mengagumi dan memuja anda, maka anda dapat berkuasa atas saya. Atau boleh juga kalau anda sebagai pegawai saya… dan mampu cari muka dan Mengiyakan kata-kata saya walaupun salah.. anda tetap sebagai kacung saya yang paling tersayang..he.he.he…..
4.Expert Power
Kekuasaa yang berdasar pada keahlian ini, memfokuskan diripada suatu keyakinan bahwa seseorang yang mempunyai kekuasaan, pastilah ia memiliki pengetahuan, keahlian dan informasi yang lebih banyak dalam suatu persoalan. Seorang atasan akan dianggap memiliki expert power tentang pemecahan suatu persoalan tertentu, kalau bawahannya selalu berkonsultasi dengan pimpinan tersebut dan menerima jalan pemecahan yang diberikan pimpinan. Inilah indikasi dari munculnya expert power.
Expert Power (kekuasaan kepakaran), yakni kekuasaan yang berdasarkan karena kepakaran dan kemampuan seseorang dalam suatu bidang tertentu, sehingga menyebabkan sang bawahan patuh karena percaya bahwa pemimpin mempunyai pengalaman, pengetahuan dan kemahiran konseptual dan teknikal. Kekuasaan ini akan terus berjalan dalam kerangka sang pengikut memerlukan kepakarannya, dan akan hilang apabila sudah tidak memerlukannya. Kekuasaan kepakaran bisa terus eksis apabila ditunjang oleh referent power atau legitimate power. Ini kekuasaan yang terbaik… tapi apakah Calon-Calon Pemimpin Kerinci diatas mobil BH 1 DZ nantinya akan di dapat orang yang memiliki Expert Power (kekuasaan kepakaran)..? yang mampu Memilah antara Keputusan Politik, Ambisi Pribadi, dan Kesejahteraan Rakyat? Yang mampu memutuskan sesuatu dengan ilmu, keahlian, hati nurani dan akal sehat?
Kekuasaa yang berdasar pada keahlian ini, memfokuskan diripada suatu keyakinan bahwa seseorang yang mempunyai kekuasaan, pastilah ia memiliki pengetahuan, keahlian dan informasi yang lebih banyak dalam suatu persoalan. Seorang atasan akan dianggap memiliki expert power tentang pemecahan suatu persoalan tertentu, kalau bawahannya selalu berkonsultasi dengan pimpinan tersebut dan menerima jalan pemecahan yang diberikan pimpinan. Inilah indikasi dari munculnya expert power.
Expert Power (kekuasaan kepakaran), yakni kekuasaan yang berdasarkan karena kepakaran dan kemampuan seseorang dalam suatu bidang tertentu, sehingga menyebabkan sang bawahan patuh karena percaya bahwa pemimpin mempunyai pengalaman, pengetahuan dan kemahiran konseptual dan teknikal. Kekuasaan ini akan terus berjalan dalam kerangka sang pengikut memerlukan kepakarannya, dan akan hilang apabila sudah tidak memerlukannya. Kekuasaan kepakaran bisa terus eksis apabila ditunjang oleh referent power atau legitimate power. Ini kekuasaan yang terbaik… tapi apakah Calon-Calon Pemimpin Kerinci diatas mobil BH 1 DZ nantinya akan di dapat orang yang memiliki Expert Power (kekuasaan kepakaran)..? yang mampu Memilah antara Keputusan Politik, Ambisi Pribadi, dan Kesejahteraan Rakyat? Yang mampu memutuskan sesuatu dengan ilmu, keahlian, hati nurani dan akal sehat?
5.Legitimate Power
Kekuasaan yang sah adalah kekuasaan yang sebenarnya (actual power), ketika seseorang melalui suatu persetujuan dan kesepakatan diberi hak untuk mengatur dan menentukan perilaku orang lain dalam suatu organisasi. Tipe kekuasaan ini bersandar pada struktur social suatu organisasi, dan terutama pada nilai-nilai cultural. Dalam contoh yang nyata, jika seseorang dianggap lebih tua, memiliki senioritas dalam organisasi, maka orang lain setuju untuk mengizinkan orang tersebut melaksanakan kekuasaan yang sudah dilegitimasi tersebut.
Legitimate Power (kekuasaan sah), yakni kekuasaan yang dimiliki seorang pemimpin sebagai hasil dari posisinya dalam suatu organisasi atau lembaga. Kekuasaan yang memberi otoritas atau wewenang (authority) kepada seorang pemimpin untuk memberi perintah, yang harus didengar dan dipatuhi oleh anak buahnya. Bisa berupa kekuasaan seorang jenderal terhadap para prajuritnya, seorang kepala sekolah terhadap guru-guru yang dipimpinnya, ataupun seorang pemimpin perusahaan terhadap karyawannya. Jadi jangan lagilah untuk yang akan datang, Pemimpin Kerinci tidak di anggap lagi oleh rakyatnya. Jangan lagi ada terdengar keluhan dari rakyatnya. Alias Pemimpin harus memiliki Legitimasi dan Harga Diri. Yakni Malu di bilang tidak berhasil. Bukan Pemimpin yang Pandai Ngeles dengan sejuta alasan atas segala kegagalannya.
Kekuasaan yang sah adalah kekuasaan yang sebenarnya (actual power), ketika seseorang melalui suatu persetujuan dan kesepakatan diberi hak untuk mengatur dan menentukan perilaku orang lain dalam suatu organisasi. Tipe kekuasaan ini bersandar pada struktur social suatu organisasi, dan terutama pada nilai-nilai cultural. Dalam contoh yang nyata, jika seseorang dianggap lebih tua, memiliki senioritas dalam organisasi, maka orang lain setuju untuk mengizinkan orang tersebut melaksanakan kekuasaan yang sudah dilegitimasi tersebut.
Legitimate Power (kekuasaan sah), yakni kekuasaan yang dimiliki seorang pemimpin sebagai hasil dari posisinya dalam suatu organisasi atau lembaga. Kekuasaan yang memberi otoritas atau wewenang (authority) kepada seorang pemimpin untuk memberi perintah, yang harus didengar dan dipatuhi oleh anak buahnya. Bisa berupa kekuasaan seorang jenderal terhadap para prajuritnya, seorang kepala sekolah terhadap guru-guru yang dipimpinnya, ataupun seorang pemimpin perusahaan terhadap karyawannya. Jadi jangan lagilah untuk yang akan datang, Pemimpin Kerinci tidak di anggap lagi oleh rakyatnya. Jangan lagi ada terdengar keluhan dari rakyatnya. Alias Pemimpin harus memiliki Legitimasi dan Harga Diri. Yakni Malu di bilang tidak berhasil. Bukan Pemimpin yang Pandai Ngeles dengan sejuta alasan atas segala kegagalannya.
Harus dingat bahwa kekuasaan hampir selalu berkaitan dengan praktik-praktik seperti penggunaan rangsangan (insentif) atau paksaan (coercion) guna mengamankan tindakan menuju tujuan yang telah ditetapkan. Seharusnya orang-orang yang berada di pucuk pimpinan, mengupayakan untuk sedikit menggunakan insentif dan koersif. Sebab secara alamiah cara yang paling efisien dan ekonomis supaya bawahan secara sukarela dan patuh untuk melaksanakan pekerjaan adalah dengan cara mempersuasi mereka. Cara-cara koersif dan insentif ini selalu lebih mahal, dibanding jika karyawan secara spontas termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi yang mereka pahami berasal dari kewenangan yang sah (legitimate authority).
Tidak ada komentar:
Write komentar