Sports

.

Rabu, 16 Mei 2012

PANDANGAN PADA MASALAH PENDIDIKAN

 



Oleh :
Yan Salam Wahab

Pendidikan adalah mencakup segala usaha perbuatan dari generasi tua untuk  mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya serta  keterampilannya kepada generasi muda untuk memungkinkan melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama, dengan sebaik-baiknya” 
Dari  pengertian ini,   maka dapatlah dipahami bahwa pendidikan itu adalah suatu aktifitas dan usaha dari orang dewasa, dengan jalan membimbing dan membina si anak baik jasmani maupun rohani, menuju terbentuknya kepribadian yang utama. 
Pendidikan itu sangat penting sekali bagi kehidupan manusia yang berakal dalam mempertahankan dan mengembangkan minat dan bakatnya dalam kehidupan sehingga menjadi manusia yang bermanfaat untuk dirinya dan lingkungan sekitarnya, pendidikan juga menentukan kualitas seseorang sehingga terbentuknya suatu kepribadian yang tinggi kemudian kepribadiannya akan terlihat dalam tingkah laku dan perbuatan sehari-hari.
Dan pendidikan tersebut dalam GBHN bertujuan untuk meningkatkan kwalitas manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekert luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, disiplin, beretos kerja profesional, bertanggung jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani. 
Pokok pemikiran untuk meningkaikan taraf hi­dup masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan adalah melalui pendi­dikan, karena adanya anggapan bahwa melalui pendidikan bagi individu yang berasal dari masyarakat miskin membuka kesempatan baru untuk menemukan suatu lapangan pekerjaan baru yang memberi penghasilan yang lebih tinggi. Hal ini akan terjadi, apabila melalui pen­didikan, individu berkenalan dengan teknologi baru yang memungkinkan pelaksanaan suatu tugas secara lebih cepat dan lebih mudah. 
Namun, persoalannya kemudian, kenyataan menunjukkan kesem­patan pendidikan bagi masyarakat miskin masih tetap belum sepenuhnya terjangkau. Masih banyak di berbagai pelosok desa-desa di Kabupaten Kerinci belum mempunyai wahana pendidikan formal. Belum lagi biaya pendidikan yang cukup tinggi bagi mereka, menjadi kendala lain untuk mengenyam pen­didikan. 
Begitu pula kurangnya daya dukung pendidikan seperti perpustakaan dan transportasi menjadi halangan baru terhadap usaha meningkatkan kecerdasan bangsa secara merata. 
Indonesia yang dibentuk oleh pola masyarakat agraris, menghadapi persoalan-persoalan dalam menyongsong modernsasi, khususnya industrialisasi. Ikatan keluarga dalam masyarakat agraris adalah atas dasar faktor kasih sayang dan faktor ekonomis dalam arti keluarga tersebut merupakan suatu unit yang memproduksi sendiri kebutuhan-kebutuhan primernya. Dengan dimulainya industrialisasi pada suatu ma­syarakat agraris, peranan keluarga berubah. Biasanya ayahlah yang wajib mencari penghasilan. Seorang ibu, apabila penghasilan ayah tidak mencukupi, turut pula mencari penghasilan tambahan. Yang jelas, bahwa pola pendidikan anak-anak mengalami perubahan. Sebagian dari pendidikan anak-anak, benar-benar diserahkan kepada lembaga-lembaga pendidikan diluar rumah seperti di sekolah dan malah juga pengasuh. dengan demikian, pada hakekatnya, dalam organisasi keluarga pada ma­syarakat yang sedang transisi menuju masyarakat yang modern dan kompleks, disebabkan keterlambatan untuk menyesuaikan diri dengan situasi sosial ekonomis baru. Sementara, kondisi sosial-ekonomis In­donesia yang selalu berlangsung kalau tidak segera dilakukan gerak antisipasi bisa semakin tidak terkendali. 
Dalam masalah pendidikan ini, penulis tidak akan mengangkat secara mendetil permasalahan pendidikan di Kerinci. Dalam buku ini penuli akan mengangkat masalah pendidikan secara global, yang merupakan permasalahan yang paling penting. Permasalahan itu adalah mengkhususkan kepada guru, sebab gurulah tonggak dari keberhasilan pendidikan. 
Jika terdengar dunia pendidikan kita masih sarat dengan masalah,itu karena percepatan pembangunan pendidikan kita belum mampu mengejar ketetinggalan dari negara lain. Sehingga, saat ini, kita masih mendapatkan sederet masalah yang melilit dunia pendidikan kita, mulai dari kualitas guru yang rendah, penyebarannya yang belum merata, jumlahnya dalam bidang studi tertentu yang tidak memadai, hasil pendidikan yang ternyata tidak mampu berfikir sistematis dan kurang disiplin, tidak mampu memenuhi kualifikasi dunia kerja, hingga ke masalah minimnya buku yang diperlukan demi kelancaran proses belajarmengajar.Jikadiperhatikan secara seksama, masalah-masalah tersebut pada dasarnya menyangkut empat pilar pokok pendidikan; guru, kurikulum, metodologi danbuku. 
Memasuki era Modernisasi, di mana peningkatan kualitas sumber daya manusia menjadi salah satu titik berat pembangunan, pembenahan empat persoalan pendidikan tersebut wajar ditempatkan sebagai agenda utama. Diharapkan dengan pemberdayaan fungsi-fungsi pendidikan antara lain sebagai alat mencerdaskan kehidupan bangsa, penjaga persatuan dan kesatuan dan ‘kiat' untuk meraih kemajuan juga dapat mencapai kehidupan yang lebih. 
Di antara empat persoalan di atas, persoalan guru telah memenuhi persyaratan menjadi prisoalan krusial mendesak. Krusial mendesakdalam pengertian harus segera diatasi karena temyata telah menjadi sumber dari sekian persoalan lain. Sehingga bila ia dapat dipecahkan, sekian persoalan lain akan turut terselesaikan. Secara sederhana persoalan guru dapat diatasi dengan 'menembak' tiga sasaran masalah; kesejahteraan, motivasi profesi dan profesionalisme
1. Kesejahteraan Guru
Rendahnyakesejahteraan guru merupakan salah satu penyebab timbulnya beberapa persoalan pendidikan kita saat ini. Kita sering mendengar bagaimana seorang guru dengan terpaksa bekerja paruh waktu di tempat lain sekadar untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Bisa dibayangkan betapa sulitnya menjalankan profesi guru yang sebenaraya menuntut intensitas tinggi dengan kondisi demikian. Tanpa mengabaikan faktor lain, peningkatan taraf kesejahteraan guru memang harus dijadikan 'sasaran tembak' pertama upaya pember dayaan guru.
Rendahnya kesejahteraan guru disebabkan selama ini kalender gaji guru tidak genap 30 hari dalam satu bulan, tetapi, rata-rata, hanya tujuh hari. Secara langsung kita bisa m-mastikan pantas seorang guru harus berfikir keras untuk menutupi 23 hari lain; mungkin dengan mengajar lagi di tempat lain atau bahkan beralih profesi sementara. Tidak bisa diharapkan adanya kualitas dari pola penjalanan tugas guru yang sedemikian.
Untuk mengatasi hal tersebut periu upaya langsung pemerintah untuk menggenapkan kalender gaji guru menjadi penuh setiap bulan. Kita memaklumi ini adalah langkah yang cukup berat mengingat keterbatasan kas negara. Tapi karena secara nyata persoalan ini cukup krusial dan mendesak, maka langkah ini telah menjadi suatu keharusan.
Langkah lain yang cukup strategis untuk dilakukan sehubungan dengan peningkatan kesejahteraan guru adalah penyesuaian sistem administrasi. Selama ini guru diperlakukan dalam sitem administrasi yang sama dengan pegawai lain. Sehingga kenaikan karier guru didasarkan atas masa kerja dan ketaatannya sebagai pegawai negeri, bukan pada reputasi akademik dan kreativitas atau inovasinya. Padahal dari posisi, missi dan visi, guru sebenarnya membutuhkan sistem administrasi tersendiri yang lebih bisa menempatkan guru sebagai orang yang dinilai berdasarkan kualitas keguruan.
Bila hal ini berlanjut, kita tidak dapat berharap adanya karier guir uyang lebih kompetitif,tetap itetap dalam istilah ; 'bodoh atau pintar, malas atau rajin, sama saja'. Seiring dengan langkah di atas, pembenahan sistem administrasi akademik ini kita harapkan dapat selesai dalam waktu yang akan datang. Sehingga mutu guru terus meningkat sesuai dengan kemajuan pembangunan nasional.
2. Motivasi Profesi
Masalah kedua di seputar guru yang juga krusial dan mendesak untuk diatasi adalah motivasi profesi seorang guru. Saat ini banyak orang yang menjadi guru hanya karena 'dari pada tidak bekerja'. Padahal dengan motivasi yang lemah seperti ini tidak bisa diharapkan adanya tanggungjawab terhadap kualitas pendidikan.
Untuk itu perlu upaya-upaya yang dapat meluruskan motivasi masyarakat untuk memilih profesi guru atau tidak sama sekali. Seorang guru tidak dapat menjalankan tugas dengan balk jika dari awal morivasinya hanya karena 'daripada tidak bekerja'. Guru sebagai profesi bukan saja menuntut penguasaan keterampilan keguruan, tetapi juga menuntut tanggung jawab moral yang tinggi. Seorang guru akan menghasilkan keluaran pendidikan yang baik hanya apabila dalam waktu bersamaan ia bisa mengajar dan juga mendidik sekaligus. Dan semua itu dilakukan dengan penuh dedikasi, kecintaan, tanggung jawabdan seni. Untuk kepentingan pembangunan secara menyeluruh, seseorang tidak perlu menjadi guru bila bukan karena panggilan hati nurani.
Dalam hal ini, “pendidikan itu menyangkut hati nurani sebab manusia tidak bisa atau tidak mungkin dapat dididik dengan pengajaran melainkan harus disertai contoh perbuatan dengan demikian dapat kita nyatakan bahwa pendidikan lebih tnetnfokuskan pada pengembangan keperibadian sedangkan pengajaran lebih memfokuskan pada pengembangan Intelektualitas”.
Dengan mengatasi persoalan yang cukup mendasar ini, kita berharap semua gurudi masa-masa mendatang telah menjadikan profesinya sebagai pilihan utama yang menyatu dalam pandangan hidupnya, Dan dalam kondisi seperti inilah kita bisa menatap dunia pendidikan kita yang lebih cerah dihari esok.
3. Profesionalisme
Permasalahan keriga yang sama krusial dan mendesak untuk diatasi adalah mutu profesionalisme, Untuk menjadi seorang guru yang mampu menjalankan tugas dengan baik, di samping dibutuhkan 'ketenangan' karena kesejahteraan yang memadai, motivasi profesi yang mantap, juga dibutuhkan keahlian khusus.
Sementara ini, profesi guru belum dipahami sebagaimanaprofesi lain, seperti dokter atau insinyur. Profesi guru cenderung dipahami sebagai pekerjaan yang tidak memerlukan keahlian tersendiri dan dapat dilakukan oleh siapa saja. Dalam kenyataannya, untuk berdiri sebagai seorang guru yang baik, seseorang harus menguasai bukan saja materi yang akan diajarkan, tetapi juga metodologi, ilmu jiwa, ilmu komunikasi, dan sederet persoalan lain yang tidak kurang kompleksnya dengan yang dibutuhkan seseorang untuk profesional menjadi seorang dokter.
Melihat tiga persoalan krusial mendesak tersebut, pada dasarnya merupakan upaya pemberdayaan guru sehingga mampu kembali kepada kedudukan, martabat dan harkat yang sebenamya. Dalam kapasitas seperti itulah guru bisa menjalankan tanggung jawabnya sebagai prakusi upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan dengan pemberdayaan guru, sebenamya, kita telah berhasil menyelesaikan sekian banyakpersoalan yang melingkupi dunia pendidikan kita. Keberhasilan tersebut turut menentukan keberhasilan Kabupaten Kerinci dan Bangsa Indonesia dalam era Modernisasi untuk men jadi bangsa yang maju dan mandiri

Tidak ada komentar:
Write komentar