Oleh:
Adv. Yan Salam Wahab, S.HI., M.Pd.
Kaya itu tidak selalu sama. Ada negara yang kaya karena otak, ada pula yang kaya karena merusak alam. Negara maju tumbuh dari inovasi. Lihat Singapura dengan rata-rata IQ 106,6, Jepang 101,2, Korea Selatan 102,5. Bandingkan dengan Indonesia yang hanya 93,2, duduk di peringkat ke‑98 dari 126 negara. Kalau diibaratkan kelas sekolah, Singapura sudah sibuk presentasi dengan nilai A+, Jepang sibuk bikin robot di pojok laboratorium, Korea Selatan sibuk mengutak-atik teknologi, sementara Indonesia masih ribut soal dia belum kebagian jatah makan gratis.
Perbedaan angka itu bukan sekadar statistik. Negara dengan kecerdasan tinggi melahirkan orang kaya dari ide dan teknologi. Bill Gates dengan Microsoft, Jack Ma dengan Alibaba, Elon Musk dengan Tesla dan SpaceX—semua lahir dari otak yang bekerja. Kekayaan mereka berakar pada inovasi, bukan pada merusak alam. Singapura yang tidak punya tambang dan hutan luas bisa jadi pusat finansial dunia karena otak warganya dipacu untuk berpikir, bukan sekadar menjual alam.
Sebaliknya, negara miskin sering kali tumbuh dari eksploitasi. Hutan ditebang, tambang digali, sungai dikuras. Buruh diperas dengan upah murah, tanah dijual ke asing, hak rakyat dikubur. Pertumbuhan seperti ini rapuh, karena hanya bergantung pada apa yang bisa dijual hari ini. Sudan Selatan punya minyak, tapi rakyatnya tetap miskin. Di Indonesia, banyak taipan sawit dan batu bara menguasai kekayaan, sementara masyarakat kecil masih berjuang dengan penghasilan pas-pasan.
Ironinya, semakin banyak sumber daya alam, semakin besar pula peluang negara itu miskin. Itulah yang disebut kutukan sumber daya. Sebaliknya, negara yang mengandalkan otak justru melahirkan masa depan. Human capital lebih berharga daripada natural capital. Otak lebih berharga daripada tambang.
Dan di sini hukum ikut bermain. Di negara maju, hukum ditegakkan dengan konsisten: hak cipta dilindungi, usaha dijamin, regulasi mendukung inovasi. Itulah sebabnya Bill Gates, Jack Ma, dan Elon Musk bisa tumbuh besar. Di negara miskin, hukum sering jadi alat kekuasaan: izin tambang merusak lingkungan, buruh diperas, tanah rakyat berpindah tangan karena mafia hukum lebih kuat daripada suara masyarakat.
Kaya dari otak adalah investasi jangka panjang, melahirkan masa depan. Kaya dari eksploitasi adalah utang yang diwariskan ke generasi berikutnya, melahirkan kehancuran. Dan selama hukum hanya jadi alat kekuasaan, bangsa dengan kecerdasan rendah akan terus menjual masa depannya sendiri—sambil tertawa pada hiburan murahan yang mereka buat sendiri.







Tidak ada komentar:
Write komentar