Tapi ia tetap mencintai putrinya dengan polos, tulus, dan tanpa batas.
Ia tak berdaya di hadapan hukum, namun kasihnya meluluhkan tembok penjara, menjadikan sel dingin itu rumah penuh cinta.
Kita semua menangis waktu menontonnya.
Tapi kini, kisah itu bukan lagi adegan.
Ia hidup.
Bukan di layar bioskop, tapi di sebuah sel kecil di Mapolsek Sekernan, Kabupaten Muarojambi, Jambi.
Seorang ayah berinisial AF, tahanan titipan dari Polda Jambi, terbaring di lantai sel.
Tubuhnya letih. Wajahnya tirus.
Sudah dua bulan ia tak dikunjungi keluarganya.
Tak ada suara anak. Tak ada pelukan.
Hanya dingin, sepi, dan waktu yang berjalan pelan.
Lalu malam itu datang.
Di bawah temaram lampu kantor polisi, langkah kecil mendekat.
Dua anak dan seorang istri, datang dari Bajubang, Batanghari.
Menempuh dua jam perjalanan.
Membawa rindu yang nyaris pecah.
Mereka tak membawa makanan mewah.
Tak membawa barang berharga.
Hanya pelukan yang tertunda dan doa yang tak pernah putus.
Doa agar kepala keluarga mereka masih kuat bertahan.
Namun jeruji besi tetaplah jeruji.
Ia memisahkan tangan. Memisahkan pipi. Memisahkan hati.
Sampai akhirnya, seorang polisi bernama Bripka M. Handoko berkata pelan,
> “Buka saja pintunya. Biar anak itu bisa memeluk ayahnya...”
Tak banyak bicara. Tak banyak aturan.
Hanya manusia yang melihat manusia lain sedang patah, sedang rindu, sedang ingin utuh walau sebentar.
Pintu sel benar-benar dibuka.
Anak kecil itu berlari.
Memeluk ayahnya.
Tanpa ragu. Tanpa takut.
Tangis pecah.
Lantai menjadi saksi bagaimana cinta menembus baja, hukum, dan prosedur.
Mereka tidur berpelukan.
Ayah di dalam sel. Anak di luar.
Namun malam itu, hati mereka berada di tempat yang sama.
Tak ada kamera. Tak ada sutradara.
Tapi adegan itu lebih nyata dari film mana pun.
Lebih jujur dari berita mana pun.
Lebih dalam dari kata-kata mana pun.
Di pojok ruangan, Bripka Handoko berdiri diam.
Ia tahu, malam itu bukan sekadar kunjungan.
Itu adalah bentuk paling murni dari kemanusiaan.
Sebuah keajaiban kecil yang tak masuk headline, tapi mengguncang hati mereka yang masih percaya bahwa cinta bisa tumbuh bahkan di tempat yang gelap.
Dan ini bukan pertama kalinya.
Sejak 2023, Handoko dikenal sebagai polisi berhati lembut.
Ia pernah membuka pintu sel agar seorang anak perempuan bisa memeluk ayahnya.
Ia percaya, keadilan tak harus dingin.
Bahwa di balik seragam, manusia tetap punya hati.
Barangkali, di dunia yang makin keras, kita butuh lebih banyak Handoko.
Yang tahu bahwa hukum tanpa kasih hanyalah dingin tanpa arah.
Karena Miracle in Cell No. 7 bukan hanya cerita dari Korea.
Ia adalah kisah universal tentang cinta yang tak bisa dipenjara,
tentang rindu yang tak bisa diborgol,
tentang hati yang tak mengenal jeruji.
Dan kini, Miracle itu hidup di Jambi.
Dalam pelukan seorang anak kecil yang akhirnya bisa berkata,
> “Ayah… aku kangen…”
Lalu dunia seketika menjadi lebih lembut.
Karena untuk sesaat, penjara berubah jadi rumah.
Tidak ada komentar:
Write komentar